Tuesday, February 27, 2018

Sampaikanlah Dakwah Walau Dosa Melimpah





Mungkin pernah terbesit di pikirkan kita, "kenapa sih kita harus berdakwah?" "saya ini kan banyak dosa, ngapain dakwah, urus diri sendiri aja belum bener" "dakwah itu kan cocoknya buat orang-orang kayak ulama, ustadz, habib dsb.

Menurut saya begini, dakwah itu adalah pekerjaan yang sangat mulia.
Kita lihat ke masa lalu, sejarah mencatat bahwa para Nabi dan Rasul pekerjaannya adalah berdakwah. Terlepas dari itu, mereka juga tidak lupa akan keperluannya mencari nafkah untuk diri sendiri dan keluarga.  Dan islam pun tidak melarang untuk mencari kenikmatan hidup di dunia.


Allah berfirman:


"Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."

(QS. Al-Qasas 28: Ayat 77)

Segala sesuatu itu haruslah seimbang,  jangan terlalu mementingkan kehidupan dunia, lantas lupa akan akhirat, begitu juga sebaliknya. Maksud saya adalah, akhirat tetap menjadi prioritas dan untuk mencukupi kebutuhan hidup dunia juga harus tetap diperhatikan.

Manusia tempatnya salah dan dosa, bagaimanapun keadaanya, kebenaran harus tetap disampaikan. Walaupun kita hanya mampu berdakwah (menyampaikan kebaikan dan berusaha menjauhi yang munkar) di sosial media, itu bukan masalah. Dan yang terpenting adalah pesan yang disampaikan sesuai al-Quran dan as-Sunnah. Berdakwahlah walau dosa kita melimpah.

Apakah kita termasuk orang yang enggan untuk berdakwah karena takut dibilang sok 'alim, sok suci dan perkataan sejenis lainnya. Itu tandanya, kita tidak bangga dengan Islam, tidak bangga menjadi muslim, bahkan tidak bangga menjadi orang yang beriman.

Coba renungkan ayat ini
Allah berfirman:

وَلَا تَهِنُوْا وَ لَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ


"Dan janganlah kalian (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kalian paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang yang beriman."

(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 139)

Allah saja yakin kita itu paling tinggi dan mulia derajatnya dibandingkan dengan kaum yang lain, tapi kita sukar untuk meyakininya.
Masih tetap minder, insecure? Ingat terus ayat itu dan semoga kehidupan yang kita jalani ini, akan lebih indah.


Dakwah adalah warisan turun temurun yang teramat mulia.
Dan sudah dimulai sejak diutusnya para Nabi dan Rasul.
Ketika kita mengemban dakwah, maka kita telah turut andil dalam perjuangannya.

Kita harus bangga dengan perjuangan ini.
Hancurkan tembok perselisihan yang membelenggu ummat.
Jadilah kesatria yang memperjuangkan agamaNya.

Di dunia ini hanya ada dua pilihan:
Menjadi orang baik bersama orang-orang sholeh mengemban dakwah
atau menjadi seburuk-buruknya makhluk menyeret ummat ke pintu Jahanam.

-Shoffan Banany 







Monday, February 19, 2018

Semua Pasti Mati




Setiap yang berjiwa akan merasakan mati. [QS. Ali Imran/3: 185]

Kita hidup di dunia ini hanya sementara. Kita harus tau bahwa pola kehidupan ini hanyalah kesementaraan, tidak ada yang abadi.
Kita punya masalah, dan masalah itu hanya sementara. Jangan ambil pusing, apalagi sampai lupa mengingat  Allah Sang Pencipta Segalanya.

Kebahagiaan juga sementara, jangan terpaut pada kenikmatan itu. Kita punya kenikmatan abadi di Alam Baqa. Kuatkan hati dan perbanyak meminta ampunan. Jangan lupa juga untuk bersyukur.
Kematian, itu sudah menjadi sebuah kepastian. Setiap yang hidup pasti akan mati. Benarlah sudah, pola kehidupan ini telah kita ketahui bersama, bahwa segala yang ada di dunia ini sifatnya hanya sementara.

Tetapi mengapa kita selalu tertipu oleh kemilau dunia yang membinasakan. Tertipu oleh bisikan-bisikan yang kita ciptakan. Tertipu oleh iblis yang terbahk-bahak, melihat perilaku kita yang semakin jauh dari Allah. Lihatlah Sang Iblis, dia telah berhasil melaksanakan misinya,yaitu menyesatkan seluruh manusia kecuali yang bertkwa.
Kanapa hal itu bisa terjadi? bisa jadi kesadaran kita telah direbut oleh ilusi yang membelenggu alam pikiran,sehingga hilang kesadaran kita. Kita tidak sadar, bahwa kita adalah manusia. Kita lupa, untuk apa sebenarnya kita diciptakan. Apa sebenarnya tugas manusia? Ingatkah kita akan hal ini?
Sudah berapa lama kita bermesraan dengan ilusi palsu yang membimbing kita meraih kesuksesan semu? Itu hanya ilusi! supaya kita betah hidup di  dunia selamanya. Mengejar angan-angan yang sebenarnya tidak akan pernah kita dapatkan. 
Jadi, ingatlah akan kematian. Kita akan berpulang padaNya. Semua kesenangan, kenikmatan dan penderitaan akan kita tinggalkan.

Kematian akan menghampiri setiap jiwa dalam berbagai keadaan, apakah matinya itu lantaran memperjuangkan agama Allah dengan berbagai bentuk kebaikan sesuai syari’atNya. Ini adalah kematian yang mengandung kemuliaan. Atau dalam keadaan lalai dan bermaksiat kepadaNya.  Ini adalah kematian yang mengundang kenistaan.

Mati berbalutkan kemuliaan ataukah mati berselimutkan kenistaan, itulah dua pilihan yang mesti diambil oleh setiap manusia yang akan melampaui dan memilih salah satu di antara keduanya.
Semoga kita mati dalam keadaan husnul khotimah dan bisa berkumpul di JannahNya kelak.

Shoffan Banany

Saturday, February 17, 2018

The suffering of the hypocrite



 Allah subhanahu wata'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tiada kamu kerjakan. (Ash-Shaff: 2)

Ini merupakan pengingkaran terhadap orang yang menjanjikan sesuatu janji atau mengatakan sesuatu, lalu ia tidak memenuhinya. Oleh karena itulah maka ada sebagian dari ulama Salaf yang berpendapat atas dalil ayat ini bahwa diwajibkan bagi seseorang menunaikan apa yang telah dijanjikannya secara mutlak tanpa memandang apakah yang dijanjikannya itu berkaitan dengan kewajiban ataukah tidak. Mereka beralasan pula dengan hadis yang disebutkan di dalam kitab Sahihain, bahwa Rasulullah Shalallahu 'alayhi wasallam pernah bersabda:

"آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّث كَذَبَ، إِذَا وَعَد أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ"

Pertanda orang munafik ada tiga, yaitu apabila berjanji ingkar, apabila berbicara dusta dan apabila dipercaya khianat.

Di dalam hadis lain yang juga dalam kitab sahih disebutkan pula:

"أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ وَاحِدَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَة مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعها"

Ada empat pekerti yang barang siapa menyandang keempat-empatnya, maka dia adalah munafik militan; dan barang siapa yang menyandang salah satunya, berarti dalam dirinya terdapat suatu pekerti orang yang munafik sampai dia meninggalkannya.

Sumber: Tafsir singkat Ibnu Katsir



Alangkah tersiksanya menjadi orang munafik, dia menipu dirinya tanpa sadar dan seolah telah melakukan hal yang benar untuk menunjukan dirinya orang yang baik atau orang yang berprestasi. Di sisi lain, sesungguhnya dia mengetahui kepalsuannya itu, namun dia telah terperdaya dan menikmati kemunafikannya.

Munafikkah diriku? Munafikkah dirimu?...

Berhenti membaca tulisan ini sejenak. Dan tanyakan pada diri "apakah ada sifat kemunafikan itu dalam diri kita? Jika ada, sudah berapa lama ia mengendap dalam jiwa kita? Dan apakah kita tersiksa atau malah menikmatinya?"
Silahkan direnungkan... Tolong jangan anggap pertanyaan ini pertanyaan sepele, seriuslah! Ini untuk kemajuan perbaikan diri kita juga.
.
.


.
.

Semoga sifat munafik itu tidak ada dalam diri kita, jika masih ada, mintalah pertolongan kepada Allah, karena Dialah sebaik-baik penolong.
Sifat munafik adalah siksaan yang tak terasa sakitnya tapi menderita di akhirnya.
Sampai pada paragraf ini yang bisa saya tuliskan, masih banyak kekurangan dan semoga bermanfaat bagi pembaca yang baik seperti anda. Terimakasih-

Shoffan Banany