Sunday, July 10, 2022

Ritual Pengorbanan (Catatan Mimpi)


Di mimpiku kali ini, aku tidak bisa mengatakan mimpi ini buruk atau mimpi yang baik. Di sini aku seperti berpetualang ke suatu tempat antah berantah. Dan di sini pula aku menempati sebuah rumah kontrakan, yang sedang kutempati sekarang namun berbeda tempatnya. Tempat kontrakan dalam mimpiku persis di tengah persawahan, namun setiap sawah diselingi dengan rumah yang berjajar. 

Suatu momen mengerikan datang, tiba-tiba badai, angin dordar gelap menghampiri hanya beberapa detik saja. Lalu di ujung sebuah kontrakan berjejer ada seorang laki-laki jepang berlari ketakutan yang ternyata telah diikuti dengan dua orang manusia berpakaian medis dan satu makhluk bagaikan tokoh wayang, seluruh tubuhnya mirip kera. Dua orang medis tadi membawa gunting raksasa dan si kera berjalan dengan angkuh di depannya. 

Kembali ke momen badai tadi, bahwa ternyata menurut seorang warga yang telah menetap lama di sini *karena aku adalah penghuni baru di tempat ini di mimpi ini*  badai tadi menandakan bahwa harus ada pengorbanan kurban warga *ritual yang ada di tempat ini ketika muncul badai sepersekian detik tadi* yang tinggal di tempat ini dengan dieksekusi menggunakan gunting raksasa yang di bawa dua orang medis. 

Laki-laki jepang akhirnya menyerah karena kelelahan lalu kedua medis menggunting leher leleki jepang dengan keadaan berbaring miring atas komando sang kera yang mirip dengan tokoh wayang. *aku tidak begitu tahu tentang tokoh-tokoh wayang namun aku pernah melihat sebelumnya*

Tidak berhenti disitu, kurban terus berlangsung, warga yang menempati kontrakan berjejer tersebut disuruhnya keluar untuk menjadi bahan pengorbanan yang entah apa maksudnya. 

Maka sampailah di tempat kontrakanku setelah beberapa warga dieksekusi mati dalam keadaan takut dan banyak juga yang pasrah dan gagah berani. Pada saat itu aku tidak sedang di kontrakanku, aku berada di kontrakan warga yang telah lama tinggal di tempat ini. Namun anehnya si ibu ini *warga lama* tidak lantas memberitahukan keberadaanku. Lalu aku mulai bertanya pada ibu ini. 

"Pengorbanan ini maksudnya untuk apa dan butuh berapa orang warga untuk dikorbankan" 

Si ibu menjawab dengan wajah yang datar dan tenang "Sampai sang raja *si kera* mengatakan berhenti dan puas"

"Oke, lalu untuk apa pengorbanan ini, bukankah hidup dan mati ditangan Allah" sahutku

Gadis kecil menjawab *mungkin anak si ibu* "Justru inilah perintah Allah, melalui sang raja kita harus patuh dan tunduk. Karena ridho sang raja adalah ridho Allah juga"

Aku tidak menimpalinya namun aku berpikir keras dan hampir saja aku menyetorkan nyawa pada si kera itu. Aku mempertahankan ego dan keyakinanku bahwa hidup dan mati tetap Allah yang mengaturnya. Namun aku masih terngiang-ngiang dengan perkataan bocah kecil tadi. "ridho sang raja adalah ridho Allah"

Apakah aku takut mati? dikala orang lain dengan gagah berani berserah menyetorkan nyawanya tanpa rasa takut sama sekali. Tapi aku juga sangat ragu, apakah kematian yang ditempuh dengan jalan ini adalah sebuah keridhoanNya? 

Ini sangatlah absurd bagiku.. Lalu scene mimpi berganti dengan scene yang tak kuingat lagi.