Wednesday, May 15, 2019

Penyelaman Ruhani (Mendobrak penyakit ikut-ikutan “suatu hal” tanpa dasar dan tujuan yang jelas)



Bismillah...

Ada sebuah tulisan singkat yang semoga menginspirasi dan menambah wawasan para pembaca, selain itu semoga bisa mengambil makna terdalam yang tertulis
dalam postingan ini. Berikut pemaparan tentang pengalaman Imam al-Ghazali dalam penyelaman keingin-tahuannya terhadap segala sesuatu.

"Perbedaan manusia mengenai agama, aliran, dan keragaman para imam mazhab adalah samudra yang sangat  dalam, yang telah menenggelamkan banyak orang dan hanya sedikit orang yang bisa selamat.

Sejak memasuki usia balig dalam gejolak muda, saya telah melompat ke kedalaman samudra ini. Saya berenang seperti seorang pemberani, bukan seperti pengecut,
menyelam dan memasuki setiap ruangnya yang diselimuti kegelapan, lalu saya meneliti 
berbagai persoalan dan kerumitan serta menggali problema akidah setiap aliran dan menyingkap rahasia setiap kelompok dan mazhab. Semuanya dilakukan dalam upaya membedakan secara gamblang antara yang menyuarakan kebenaran dan kebatilan, antara penyebar ajaran yang asli dan yang palsu. 

Saya menyelami doktrin kaum Batiniyyah karena tertarik untuk menyingkap 
kedalaman aspek batinnya. Saya mendalami doktrin Zahiriyyah untuk mengukur kemampuan pandangannya yang berdasar pada aspek lahir. Saya tidak mengarungi ilsafat kecuali karena saya ingin mengetahui hakikat kebenaran ilosoisnya. Saya merambah dunia teologi (kalam) karena ingin tahu puncak kecanggihan logika dan pola-pola debat yang digunakannya. Saya memasuki dunia tasawuf karena ingin tahu rahasia kesufian.

Saya mencermati para ahli ibadah karena ingin melihat apa yang mereka peroleh 
dari ibadah yang mereka lakukan. Saya mengenali orang-orang zindiq dan ateis (mu’attilah) untuk meneliti lebih jauh tentang sesuatu yang ada di balik keyakinannya agar bisa mengetahui faktor dan sebab apa yang menggiringnya pada keyakinan dan sikap tersebut.

Rasa haus terhadap pengetahuan tentang hakikat persoalan adalah n:’linat dan kebiasaan saya sejak muda. Ia merupakan karakter dan itrah yang diletakkan oleh Allah Swt. padakepribadian saya, bukan atas kehendak dan rekayasa saya sendiri, sehingga bisa melepaskan diri dari kungkungan sikap taklid dan mampu menghancurkan warisan keyakinan lama semenjak masih belia." (sumber: Tahafut al Falasifah)

Demikian tulisan ini penulis bagikan, kesimpulan yang bisa penulis dapatkan adalah "Telusurilah apa yang mengganggu benakmu, pelajari apa yang ada di dalamnya dan ambilah manfaat jika ada kebaikan yang akan merubah hidupmu. Hancurkan jeratan taqlid, karena itu adalah belenggu yang selalu menemani keapatisanmu."